Suling Lembang merupakan alat musik
dari Tana Toraja Sulawesi Selatan. Pa’suling merupakan sebutan pada instrumen
jenis suling di Tana Toraja (termasuk suling deata, suling bonde,dll). Suling Lembang
terbuat dari bambu bulo. Bulo merupakan jenis bambu yang tipis dengan ketebalan
2-3 mm. Panjang suling kurang lebih sekitar 80-100 cm dengan diameter 2cm. Mempunyai
enam lubang yang berfungsi sebagai jarak antar nada. Namun demikian pa’suling/Suling
Lembang juga didapati mempunyai lima lubang saja. Hal itu dikarenakan lubang ke
dua dari bawah jarang sekali berfungsi sehingga dalam perkembangannya tidak
dilubangi/sengaja dihilangkan.
Suling
Lembang merupakan suling vertikal yang cara peniupannya melalui sinto. Sinto
adalah bagian atas suling berbentuk seperti cincin yang berfungsi sebagai
pengumpul dan perantara udara dari mulut sampai lubang masuk udara pada suling.
Sinto apabila dalam suling jawa sering disebut dengan jamang. Bahan sinto terbuat
dari penjalin dengan atau daun lontar.
Peran
Suling Lembang sangat dominan pada beberapa jenis musik di Tanah Toraja. Salah
satunya dalam Suling Deata sebagai ungkapan persembahan pada Dewa. Dewa di
Tanah Toraja disebut dengan kata Deata. Beberapa Deata tersebut antara lain Deata
tanggana langit (Deata yang menyangga langit), Deata bumi (Deata kepanaganna)
isi Bumi (Deata tanggana padang). Hal ini merupakan salah satu pengaruh hindu
budha yang masih mengakar hingga sekarang.
Analisa
bentuk penyajian Suling Lembang pada Suling Deata berdasarkan pendengaran
sebagai berikut. Penyajiannya bersama-sama dengan beberapa nada dasar.
Dimainkan oleh tiga instrumen suling atau lebih. Peran dari dua Suling Lembang
menjadi salah satu tiang nada yang hanya memainkan satu nada saja. Peran salah satu
dari suling lembang memainkan melodi yang pola permainannya berangkat dari nada
dasar sesuai dengan dua instrumen suling lain yang kemudian kembali pada nada
dasar awal. Setelah berulang kali instrumen-instrumen tersebut mengganti nada
dasarnya bersama-sama dengan perhitungan harmoni yang tepat.
Tana Toraja pengungkapan kesedihan
sangat kuat. Beberapa diantaranya diekspresikan melalui instrumen berupa pa’suling
(suling lembang), gendang kecil (kamaru / garapung), geso-geso/kesok-kesok,
gendang besar (gendang boro). Ungkapan kesedihan tersebut bisa berlangsung
berjam-jam hingga berhari-hari. Selain hal tersebut persembahan berupa hewan
kurban yang biasanya babi atau kerbau juga diwajibkan dalam suatu upacara itu. Sesuai
dengan tingkatan kasta yang masih berlaku dalam adat tersebut. Semakin tinggi
kastanya akan terlihat jelas jenis kemegahan dalam kepercayaan mengantarkan
arwah ke tempat peristirahatan terakhir.
Suling Lembang sendiri sebenarnya
merupakan instrumen yang biasanya dimainkan tidak bersama-sama dalam arti
bermain solo. Namun demikian dalam beberapa upacara tertentu Suling Lembang
berkolaborasi dengan vokal dan suling yang serupa. Bentuk dari kolaborasi
tersebut mempunyai sebutan nama yang berbeda. Salah satunya kolaborasi dengan
vokal dan tarian disebut dengan Ma’marakka, Ma’bondensan sedangkan kolaborasi beberapa
Suling Lembang tersebut disebut dengan suling Deata. Suling Deata sendiri di
Tana Toraja mempunyai jenis yang berbeda-beda. Ada yang bentuk dan wujudnya
seperti selompret yang terbuat dari daun kelapa serta ada yang berupa
Pa’Suling. Namun demikian penyebutan Deata disini intinya merupakan persembahan
pada Dewa.
Nada–nada yang terdapat pada Suling Lembang
merupakan nada pentatonis bukan nada diatonis. Nada-nada tersebut digolongkan berdasarkan
rasa musikal yang disajikan di Tana Toraja. Salah satu suling yang penggunaan
nada-nadanya diatonis adalah suling bulatta. Sedangkan Suling Lembang nada yang
digunakan merupakan nada pentatonis Toraja.
Suling
Lembang merupakan instrumen yang keberadaannya masih lokal dan belum
menasional. Hal itu dikarenakan peran serta suling tersebut dalam musik
digunakan sebagai upacara. Selain itu nada-nadanya menunjukan kedaerahan khas
suku Toraja sehingga dalam perkembangannya hanya terdapat di Tanah Toraja.
Gambar
1. Suling Lembang